Suatu malam, dua tahun yang lalu, saya tertidur di atas sofa di ruang tamu saya. Kira-kira jam setengah dua dini hari, saya yang tidur tertelungkup tiba-tiba terbangun. Saya merasakan sesuatu menahan tubuh saya. Kaki, tangan, dan lidah saya sulit untuk digerakkan. Telapak tangan kanan saya yang berada di sisi luar sofa mencoba melakukan gerakan apa pun untuk meraba apa yang terjadi. Telapak tangan itu pun menyentuh sesuatu. Saya menyimpulkan benda bulat berbulu itu sebuah kepala karena rasanya hangat seperti suhu tubuh seseorang.
Tak sampai lima menit, tiba-tiba “tindihan” itu hilang (saya masih mengira itu saudara saya yang mengerjai saya). Saya membalikkan badan dan menemukan bahwa saya sendirian di ruang itu. Di tengah nafas yang tersengal-sengal dan badan penuh keringat, saya teringat pada sebuah pembahasan di kelas Psikologi Faal. Saya menyadari bahwa saya baru saja mengalami sleep paralysis.
Apa itu sleep paralysis?
Sleep paralysis adalah penjelasan dari fenomena ketindihan, kchmaoh sangkat (istilah orang Kamboja saat “hantu” menekan tubuh seseorang di kala tidur), atau bahkan “penculikan” oleh alien. Secara singkat,sleep paralysis adalah kelumpuhan sementara yang terjadi sesaat sebelum atau sesudah tidur. Kelumpuhan ini hanya berlangsung beberapa saat, dan bisa segera hilang jika seseorang memanggil nama kita dengan perlahan.
Kelumpuhan pada saat sleep paralysis tidak berbahaya, karena identik dengan kelumpuhan pada saat seseorang tidur. Ya, pada saat tidur, SEMUA ORANG mengalami kelumpuhan. Kenapa? Karena kita sedang bermimpi.
Begini penjelasannya, jika kita men-scan otak orang yang sedang bermimpi (misalnya, bermimpi main voli), maka bagian otak yang berkaitan dengan main voli akan aktif. Bagian otak yang memerintahkan kaki untuk melompat akan aktif. Begitu pula bagian yang memerintahkan tangan untuk men-smash bola. Nah, tentu merepotkan sekali jika orang yang bermimpi main voli melakukan semua gerakan voli saat ia tidur. Oleh karena itu, otak “melumpuhkan” tubuh orang yang sedang bermimpi agar badan tetap dalam keadaan berbaring.
Hanya saja, kadang kala manusia terbangun saat dirinya masih dalam keadaan bermimpi. Tubuh kita saat itu masih lumpuh. Kita yang sadar tidak dapat menggerakkan diri lalu panik dan menyangka sedang “ditindih” sesuatu. Sleep paralysis juga dapat terjadi pada saat sebelum tidur. Maksudnya, kita masih sadar, tetapi otak sudah masuk dalam mode bermimpi dan melumpuhkan tubuh.
Tapi apa penjelasan dari “kepala” yang saya raba? Penjelasannya ada dua, dan kedua-duanya masih berkaitan dengan mimpi. Penjelasan pertama, kita sedang memimpikan hal itu. Seperti saat bermimpi main voli, jika kita sedang memimpikan seseorang (atau hantu), maka bagian otak yang berkaitan dengan hal tersebut menjadi aktif. Bagian yang mengatur penglihatan memberikan gambaran (halusinasi) bahwa kita sedang melihat orang (atau hantu) tersebut. Bagian pendengaran aktif, seakan-akan kita mendengar langkah kaki atau bisikan suara orang itu. Jika kita tiba-tiba terbangun, gambar itu, suara itu, bahkan bau itu masih tercetak di otak kita. Sehingga seakan-akan kita benar-benar melihat, mendengar, atau mencium hal yang kita impikan.
Penjelasan kedua, selain berhubungan dengan mimpi, juga berhubungan dengan sisi paranoid diri kita. Pernahkah Anda berada di rumah sendirian, dan kita mulai mendengar hal-hal menyeramkan, misalnya suara orang yang sepertinya akan masuk ke dalam rumah? Saat kita terbangun dari tidur dan menyadari diri kita tak bisa bergerak, kita mulai membayangkan hal yang menyeramkan (misalnya, hantu sedang menindih tubuh kita). Sialnya, otak kita masih dalam keadaan bermimpi, dan tercetaklah gambaran hantu tersebut di bagian visual otak. Membuat seakan-akan hantu tersebut muncul di depan mata kita.
Tapi penelitian menyimpulkan bahwa semua itu hanyalah halusinasi.
Sebagai catatan, ada satu bentuk halusinasi lain dari sleep paralysis. Namanya halusinasi vestibular-motor. Halusinasi ini terjadi saat kita sedang bermimpi menggerakkan anggota badan. Namanya juga mimpi, gerakan badan ini bisa apa saja. Mulai dari mengangkat tangan, duduk, terbang, sampai melepaskan ruh kemudian melayang di atas ‘badan’ kita. Saat kita terbangun dari mimpi (atau sudah dalam keadaan bermimpi, tapi masih sadar), hal tersebut seakan-akan benar-benar terjadi. Maka, kita bisa merasa tubuh kita bergerak sendiri, tubuh kita terbang, bahkan melayang di atas “badan kita”.
Apa penyebab sleep paralysis?
Cukup banyak. Kadang, otak melakukan kesalahan ini tanpa sebab. Sehingga, orang-orang sehat pun bisa mengalami ini.
Trauma juga bisa menyebabkan sleep paralysis. Orang-orang Kamboja yang menjadi pengungsi karena perang, tercatat sering mengalami sleep paralysis. Bahkan bisa tiga kali dalam seminggu. “Hantu-hantu” yang mereka lihat juga cukup beragam, dari tengkorak yang mencekik leher, sampai anggota keluarga yang sudah meninggal.
Orang-orang yang memiliki gangguan kecemasan, seperti social anxiety juga lebih sering terkena sleep paralysis beserta halusinasi-halusinasinya. Begitu pula orang-orang yang percaya pada tahayul.
Sleep paralysis memang kadang merupakan pengalaman yang menakutkan. Tetapi, sebenarnya fenomena itu tidaklah berbahaya. Saya akan menutup tulisan ini dengan satu catatan. Ternyata, mereka yang mengaku pernah diculik oleh alien memiliki profil psikologis yang berbeda dengan orang normal. Mereka adalah orang-orang mudah percaya pada hal-hal yang paranormal, tingkat fantasi yang tinggi, dan punya kecenderungan untuk berhalusinasi. Jadi, sebelum kita percaya dengan orang-orang yang mengaku diculik alien (atau dalam kasus di Indonesia, orang-orang yang dapat berbicara dengan hantu atau arwah dalam tidurnya), kita harus mengecek terlebih dahulu profil psikologis orang tersebut.
Sumber:
1. Carlson, Neil R. (2002). Foundations of Physiological Psychology. Boston: Allyn and Bacon.
2. Jacobson, C. J. jr. (2009). The nightmare of Puerto Ricans: an embodied ‘altered states of consciousness’ perspective. Cult Med Psychiatry. 33. 266-289.
3. Hinton, D.E., Pich, V., Chhean, D., & Pollack, M. H. (2005). ‘The ghost pushes you down’: sleep paralysis-type panic attacks in a Khmer refugee population. Transcult Psychiatry. 42. 46-73.
4. French, C.C., Santomauro, J., Hamilton, V., Fox, R., & Thalbourne, M.A. (2008). The psychological aspects of the alien contact experience (abstrak). Cortex. 44. 1387-1395.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar